Sabtu, 19 Desember 2009

Mencari Harta Karun di Kota Tua

Berawal hasil chating teman di facebook, Sabtu itu saya putuskan mengikuti acara sket bareng. Pukul tiga sore, peserta harus berkumpul di depan Museum Fatahillah. Namun sebelum menggambar, kami diserahi secarik kertas. Intinya, kami harus menggambar harta karun di kota tua. Waduh, batin saya. Memang ada?


Setelah mempersiapkan alat masing-masing, kami mulai berburu. Ada yang tetap menggambar di tempat kumpul semula, dan ada pula yang langsung berjalan-jalan mencari harta karunnya. Saya sendiri, memutuskan untuk beranjak dan mencari harta karun saya. Cukup lama berkeliling, saya berpikir masuk museum. Sayangnya, menurut petugas parkir, sabtu sore museum-museum seperti Fatahillah dan Wayang sudah tutup.

Peserta mempresentasikan karyanya masing-masing


Awalnya saya berpikir mencari harta karun di tukang jual es potong. Hal ini karena salah satu yang khas di kota tua adalah penjual es itu. Namun, niat tersebut saya urungkan. Saya takut banyak anak yang beride sama. Setelah berjalan lagi, saya menemukan pohon yang bahkan saya tidak tahu namanya. Bunganya putih, namun sedikit dan tidak begitu cantik. Hanya saja, banyak orang yang bergantung di bawahnya. Mulai dari tukang parkir, ojeg, penjual teh botol, penjual batagor, dan orang nongkrong.


Nah, pohon itulah harta karun bagi saya. Walau pohon tersebut banyak bermanfaat, keberadaannya serasa diabaikan. Dia memang tampak oleh mata, namun keberadaannya serasa barang yang tak kasat mata. Batang-batangnya menjulur-julur jarang dipangkas. Bunganya pun serasa enggan berbunga. Tanahnya: kering kerontang jarang disiram. Walaupun begitu, batangnya tetap berguna dengan ditempeli papan berbunyi “OJEG”.


Setelah mencari posisi duduk yang nyaman di atas beton bulat, saya mulai menggambar. Tangan saya serasa kaku karena sudah jarang menggambar. Namun, entah mengapa hati saya bahagia. Menyendiri dan melihat berbagai aktivitas orang di hadapan saya membuat saya bersyukur. Di depan, tukang ojeg bercengkrama dan tertawa memaksa saya tersenyum. Hati juga menjadi damai melihat sepasang muda mudi bergandengan dan anak-anak yang ceria bermain.


Pukul lima sore kami berkumpul untuk mendiskusikan apa yang telah kami temukan. Diskusi diselingi gelak dan canda. Banyak yang beride hebat. Namun jangan kuatir pula apabila tak punya ide sama sekali. Ada yang bilang, “Saya ngantuk, jadi tidak menggambar,” Kalaupun ada yang menggambar pada secarik kertas kecil, dan gambarnya pun sangat mungil pun tak masalah. Ada juga yang membuat teropong ajaib dari kertas sketsanya. Peserta tidak perlu takut karena setiap ide dan kreativitas dihargai dan didengarkan.


Setelah adzan berkumandang, acara ditutup dengan buka bersama. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan bulan puasa. Ternyata, ada salah satu peserta yang berbaik hati menyediakan snack berbuka. Setelah itu, kami melangkah pulang dengan gambar harta karun masing-masing tentunya^_^. (Niken Anggrek Wulan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar