Suatu malam terdengar suara ganjil di salah satu makam di TPU Petamburan. Suara tawa cekikikan itu berasal dari suatu bunker tempat penyimpan jenasah. Ketika didekati, ternyata sumber suara itu bukan berasal dari makhluk halus. Namun, suara tawa nakal orang yang berpacaran.
Begitulah keadaan di makam OG Khouw sebelum diadakan pembenahan oleh teman-teman dari Love Our Heritage. Makam yang konon kemegahannya melebihi makam Rockefeller—milyader asal Amerika—itu amat kotor dan tidak terawat. Tidak seperti makam pada umumnya, makam OG Khouw unik karena dilindungi oleh musoleum—bangunan pelindung makam—yang megah.
Selama puluhan tahun keadaan musoleum yang dibangun 1910 itu terlantar. Padahal, musoleum ini merupakan peninggalan sejarah yang amat mahal. Pasalnya, dari atas kubah sampai lantai bunker seluruhnya terbuat dari marmer yang didatangkan langsung dari negeri asalnya.
Musoleum yang terbesar di Asia Tenggara tersebut berisi makam OG Khouw dan Istrinya Lim Sha Nio adalah tuan tanah pemilik kebun tebu nan luas. Pria yang lahir tahun 1874 itu pemilik bank Than Kie Bank yang terletak di Jl. Pintu Besi, Jakarta. Ia juga merupakan ketua pembangunan rumah sakit Jang Seng Ie, yang sekarang bernama RS Husada.
Pada 1908, rumah beliau diubah menjadi sekolah. Sekolah yang terletak di Jalan Pinagsia itu merupakan sekolah Hollandsche Chinese yang pertama di Batavia. Saat ini sekolah itu menjadi SMA 2 yang terletak di kawasan Gadjah Mada.
Terlantar
Sebelum dibersihkan, keadaan bunker yang dijadikan tempat penyimpanan jenasah itu memprihatinkan. Kala musim hujan lantainya tergenang air—lebih dari 50 cm—lantaran sumur resapan dan saluran air tidak lagi berfungsi. Lantai dasar bunker sepenuhnya tertutup lumpur. Bahkan sebelum dibersihkan, tidak ketahuan bahwa lantainya terbuat dari marmer. Sedangkan dinding bagian atas yang juga terbuat dari marmer kotor dan kusam. Makam penanda juga penuh dengan kotoran burung.
Yang lebih memprihatinkan, bagian-bagian dari bangunan tak lagi utuh. Beberapa pegangan di tangga dan meja yang terbuat dari marmer sudah dicongkel. Pintu bunker, bangku-bangku marmer, serta lampu yang terbuat dari kuningan raib. Dinding dan pagar sarat dengan coretan. Untuk mencoret itu gampang. Namun, untuk membersihkannya butuh waktu dan tenaga ekstra. Bahkan, setelah kerja bakti kegiatan vandalisme itu tidak berhenti. Ada coretan baru yang ditorehkan di dinding marmer sebelah gerbang dengan pilox. Parahnya, tulisan itu tidak bisa hilang, hanya bisa ditipiskan.
Prihatin dengan masalah itu, sukarelawan yang tergabung dalam Love Our Heritage mengadakan kerja bakti untuk membersihkan serta merawat peninggalan sejarah itu. Mereka adalah sekelompok orang dengan berbagai latar belakang dan pekerjaan yang peduli dalam mengembangkan kesenian, budaya, dan peninggalan sejarah. Pada 2 Mei dan 6 Juni diadakan bakti royong.
Setelah bakti royong, bunker yang dulunya dipenuhi lumpur, sampah, dan debu telah bersih. Setiap titik di dalam bunker juga dipasang lampu. Dan yang penting, pintu bunker dibuat kembali. Dua sumur resapan juga telah digali. Pilar-pilar dan makam dibersihkan sehingga terlihat keindahan marmernya. Hanya saja, masih banyak hal yang harus dilakukan untuk melindungi benda yang belum dinyatakan sebagai cagar budaya itu. Dinding atas pintu yang retak, pendokumentasian detail bangunan, sampai pembersihan khusus perlu dilakukan. Kegiatan itu sudah dalam tahap membutuhkan tenaga ahli khusus. Untuk itu, masih perlu dukungan dan kepedulian banyak pihak.***
Begitulah keadaan di makam OG Khouw sebelum diadakan pembenahan oleh teman-teman dari Love Our Heritage. Makam yang konon kemegahannya melebihi makam Rockefeller—milyader asal Amerika—itu amat kotor dan tidak terawat. Tidak seperti makam pada umumnya, makam OG Khouw unik karena dilindungi oleh musoleum—bangunan pelindung makam—yang megah.
Musoleum. Musoleum ini merupakan bangunan segi 8 dengan kubah di atasnya. Tinggi kubah sekitar 7 meter. Dari bangunan itu terlihat bahwa pasangan Khow menyukai motif mawar.
Selama puluhan tahun keadaan musoleum yang dibangun 1910 itu terlantar. Padahal, musoleum ini merupakan peninggalan sejarah yang amat mahal. Pasalnya, dari atas kubah sampai lantai bunker seluruhnya terbuat dari marmer yang didatangkan langsung dari negeri asalnya.
Musoleum yang terbesar di Asia Tenggara tersebut berisi makam OG Khouw dan Istrinya Lim Sha Nio adalah tuan tanah pemilik kebun tebu nan luas. Pria yang lahir tahun 1874 itu pemilik bank Than Kie Bank yang terletak di Jl. Pintu Besi, Jakarta. Ia juga merupakan ketua pembangunan rumah sakit Jang Seng Ie, yang sekarang bernama RS Husada.
Pada 1908, rumah beliau diubah menjadi sekolah. Sekolah yang terletak di Jalan Pinagsia itu merupakan sekolah Hollandsche Chinese yang pertama di Batavia. Saat ini sekolah itu menjadi SMA 2 yang terletak di kawasan Gadjah Mada.
Terlantar
Sebelum dibersihkan, keadaan bunker yang dijadikan tempat penyimpanan jenasah itu memprihatinkan. Kala musim hujan lantainya tergenang air—lebih dari 50 cm—lantaran sumur resapan dan saluran air tidak lagi berfungsi. Lantai dasar bunker sepenuhnya tertutup lumpur. Bahkan sebelum dibersihkan, tidak ketahuan bahwa lantainya terbuat dari marmer. Sedangkan dinding bagian atas yang juga terbuat dari marmer kotor dan kusam. Makam penanda juga penuh dengan kotoran burung.
Tangga turunan menuju bunker. Beberapa bagian pegangan tangga yang
berupa marmer hilang dicongkel orang.
berupa marmer hilang dicongkel orang.
Yang lebih memprihatinkan, bagian-bagian dari bangunan tak lagi utuh. Beberapa pegangan di tangga dan meja yang terbuat dari marmer sudah dicongkel. Pintu bunker, bangku-bangku marmer, serta lampu yang terbuat dari kuningan raib. Dinding dan pagar sarat dengan coretan. Untuk mencoret itu gampang. Namun, untuk membersihkannya butuh waktu dan tenaga ekstra. Bahkan, setelah kerja bakti kegiatan vandalisme itu tidak berhenti. Ada coretan baru yang ditorehkan di dinding marmer sebelah gerbang dengan pilox. Parahnya, tulisan itu tidak bisa hilang, hanya bisa ditipiskan.
Prihatin dengan masalah itu, sukarelawan yang tergabung dalam Love Our Heritage mengadakan kerja bakti untuk membersihkan serta merawat peninggalan sejarah itu. Mereka adalah sekelompok orang dengan berbagai latar belakang dan pekerjaan yang peduli dalam mengembangkan kesenian, budaya, dan peninggalan sejarah. Pada 2 Mei dan 6 Juni diadakan bakti royong.
Setelah bakti royong, bunker yang dulunya dipenuhi lumpur, sampah, dan debu telah bersih. Setiap titik di dalam bunker juga dipasang lampu. Dan yang penting, pintu bunker dibuat kembali. Dua sumur resapan juga telah digali. Pilar-pilar dan makam dibersihkan sehingga terlihat keindahan marmernya. Hanya saja, masih banyak hal yang harus dilakukan untuk melindungi benda yang belum dinyatakan sebagai cagar budaya itu. Dinding atas pintu yang retak, pendokumentasian detail bangunan, sampai pembersihan khusus perlu dilakukan. Kegiatan itu sudah dalam tahap membutuhkan tenaga ahli khusus. Untuk itu, masih perlu dukungan dan kepedulian banyak pihak.***