Saya sering nggak sabar menghadapi flu. Itu dulu. Sekarang walau tetap sebal, saya coba untuk lebih legawa. Sakit itu ya tandanya harus istirahat. Titik. Nggak meminum obat flu. Kalau dulu, ketika belum jatuh kena flu, hanya berupa gejala saja saya minum antibiotik. Maklum, dulu persediaan antibiotik begitu melimpah karena ibu saya perawat yang hobi minum obat. Saat itu di rumah saya juga melimpah obat sakit kepala. Mau sakit apa aja juga obatnya itu. Mau sakit kepala, gigi, sampai menstruasi ya minum itu. Padahal, logikanya jelas, kalau setiap sakit gigi kita mengandalkan si obat, kemungkinan kita akan justru malas ke dokter gigi. Kuman-kuman akan berlanjut mengebor gigi demi gigi.
Semenjak saya mulai terpapar TV (sekolah dasar), saya memang sangat terpengaruh iklan-iklan di TV. Kalau sakit flu ya minum obat flu. Kalau sariawan ya beli Vitamin C. Biar kuat ya minum susu. Padahal ada banyak yang melontarkan bahwa sakit-sakit semacam itu nggak perlu minum obat. Supaya kuat itu ya olahraga dan makan yang bergizi. Nggak perlu suplemen, atau tambahan vitamin.
Boleh saja produsen obat-obatan selalu mengatakan kalsium atau vitamin kita kurang. Kemudian mereka mengklaim dengan meminum produk mereka, maka kebutuhan vitamin tercukupi. Namun, sebenarnya ada yang perlu dipertimbangkan sebelum mengonsumsi obat-obatan, suplemen, atau vitamin itu. Kata dokter Anto, kita sebaiknya menggunakan obat secara rasional. Intinya sih gini:
- Flu itu disebabkan oleh virus. Minum antibiotik bukan penyelesaian masalah karena antibiotik hanya untuk melawan bakteri. Cara melenyapkannya mudah, tunggu dengan sabar, cukup istirahat, dan makan buah-buahan serta sayuran.
- Kalau batuk karena flu, nggak usah minum obat batuk. Batuk merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan dahak. Kalau batuk sampai menahun, baru dicari sebabnya.
- Vitamin tambahan itu nggak perlu, hanya pada kasus-kasus yang sangat gawat saja. Vitamin tambahan, misal vitamin C yang kadar tinggi justru memperberat ginjal. Penuhi Vitamin C hanya dari buah-buahan dan sayuran.
- Diare, nggak usah minum obat penyetop diare. Cukup banyak minum. Racun justru akan cepat keluar ketika tidak meminum obat stop diare. Kalaupun butuh perawatan, minumlah oralit (yang bisa dibikin sendiri)
- Harus sangat cermat , dan tanyakan setiap resep secara jelas kepada dokter, kenapa meresepkan itu.
- Pilih selalu obat generik.
- Semua vitamin dan mineral yang baik hanya berasal dari MAKANAN SUNGGUHAN, bukan suplemen.
- Tak perlu sabun antiseptik. Cucilah tangan dengan sabun biasa. Antiseptik justru malah membunuh bakteri baik.
Saya sih percaya saja kata-kata dokter itu. Toh, kalaupun nggak bener, setidaknya saya akan menghemat biaya untuk obat flu, vitamin, atau antibiotik. Saya juga dapat lebih hemat ketika memilih obat generik.
Beberapa waktu yang lalu saya kena migrain berkali-kali. Selama hampir dua minggu leher saya kaku. Mau beli obat yang disarankan dokter eh mahal. Tapi bukan faktor itu yang membuat saya enggan beli. Saya cuma mikir, kalau ada obat yang langsung meredakan migrain tepat di sasaran, menurut saya malah bahaya. Itu karena sehabis minum obat, saya merasa baik-baik saja dan terus melakukan aktivitas yang menyibukkan.
Selang sehari, saya putuskan ke tukang pijat saja. Di sana, sambil mengurut, si tukang pijat langsung memvonis, ini kebanyakan nonton komputer ya Mbak? Iya, jawab saya (padahal saya belum cerita-cerita). Kata dia resepnya hanya, kurangi komputer, setiap selesai shalat melakukan senam pernapasan. Dan, yeah, gejala pegel yang tak sembuh-sembuh selama lebih dari seminggu itu langsung berangsur hilang.
Meminum obat penghilang sakit memang menggiurkan. Dunia tampak kembali ceria. Tapi sayangnya tubuh yang teriak-teriak minta istirahat jadi nggak terdengar. Teriakan itu justru dibungkam. Padahal, si tubuh ingin beristirahat, ingin mengisi kembali bagian-bagian yang telah rusak. Jangan-jangan jika terus dicuekin, si tubuh 'putus asa' untuk mengabarkan sinyal-sinyal dan suatu saat bisa 'meletus' gejala yang justru bisa berbahaya (duh jangan ya). Oleh sebab itu, pikir saya ada baiknya flu lebih disikapi dengan legawa, daripada dengan menggerutu atau berusaha melenyapkannya dengan terburu-buru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar